Kamis, 22 Oktober 2009

Di mana letak Manu Jagong?

Oleh Rafael Raga Maran

 

Jika anda memperhatikan peta yang saya tampilkan dalam tulisan saya berjudul “Tata Kampung Lewoingu Tempo Doeloe,” anda dengan mudah melihat di mana letak Ling Pati dan di mana letak Manu Jagong. Ling Pati itu Lango’ Bele’eng (Rumah Induk) Suku Ata Maran. Manu Jagong itu Lango’ Bele’eng (Rumah Induk) Suku Kebele’eng Keleng.

Di dalam peta tersebut pun anda dengan mudah dapat melihat bahwa letak Manu Jagong itu dekat dengan Lango’ Bele’eng Suku Kumanireng Blikololong. Dengan demikian menjadi jelas pula bahwa Manu Jagong itu terletak di dalam area permukiman Lewowerang-Lewoingu. Komentator dari Madiun yang menulis di buku tamu www.eputobi.net itu keliru ketika dia mengira bahwa saya menempatkan Manu Jagong di luar area permukiman tersebut.

Setelah terjadi kasus ketihe’ Kebele’eng Keleng meninggalkan Manu Jagong, dan bergabung dengan Ata Maran di Ling Pati. Kembalinya Kebele’eng Kelen ke Ling Pati diterima dengan baik oleh Ata Maran. Kembalinya mereka ke Ling Pati itu membuat dong di rumah Ata Maran itu pun dibagi dua, sebagian untuk Ata Maran sebagian untuk Kebele’eng Kelen. Keliru jika ada yang mengatakan bahwa pembagian dong di Ling Pati itu dilakukan di masa Raga dan Boli tinggal bersama-sama di rumah itu.

Setelah pembagian tugas dan tanggungjawab sosial adat terlaksana dan setelah sistem suku di Lewoingu memiliki bentuk yang jelas atau setelah Boli memperoleh legitimasi menjadi Kebele’eng Kelen, dia membangun rumah sendiri, yang dikenal dengan Manu Jagong. Sebelumnya hal serupa itu berlaku di Lewoleing. Rumah yang dahulu dibangun Gresituli menjadi rumah Lewoleing. Dalam perjalanan sejarah, Dalu membangun rumahnya sendiri, yang dikenal dengan Lango’ Bele’eng Doweng One’eng. Sesuai dengan misi Gresituli, Sani kemudian membangun Ling Pati dan tinggallah dia di Lewowerang. Pada mulanya Doweng, Dalu, dan Sani tinggal bersama-sama di rumah orang tua mereka itu.

Setelah Boli menjadi Kebele’eng Keleng dan membangun Manu Jagong, dia sama sekali tidak membuat kleim sepihak bahwa dia mempunyai hak ekslusif atas Ling Pati. Tetapi dia tentu sadar betul bahwa dia dan keluarganya merupakan bagian dari keluarga Ling Pati. Maka hubungan kekeluargaannya dengan Raga dan keluarganya pun tetap terpelihara dengan baik hingga akhir hayatnya. Itulah salah satu kearifan Boli, yang tidak dihiraukan lagi oleh sebagian dari anak-anak muda Kebele’eng Keleng kontemporer.

Termasuk yang mereka tidak hiraukan adalah dua kenyataan berikut, yaitu bahwa Ling Pati itu rumah untuk kebaikan dan kedamaian, dan bahwa tanpa Ata Maran mustahil terlaksana upacara adat resmi apa pun di Ling Pati. Tanpa Ata Maran ahi leang (pesta raya) di Lewowerang pun tidak dapat dilaksanakan. Tanpa Ata Maran upacara yang disebut seba’ lirong (mencari penyebab terjadinya masalah seperti sakit) tidak dapat dilaksanakan. Posisi dan peranan Ata Maran dalam hal-hal tersebut dan dalam hal-hal lain yang tidak disebutkan di sini tidak dapat digantikan oleh suku lain mana pun di Lewowerang-Lewoingu.

Karena dimensi-dimensi sejarah yang demikian nyata itu tidak dihiraukan, maka si komentator dari Madiun itu pun mulai mampu mengeluarkan suara-suara yang aneh bagi kuping orang-orang yang tahu sejarah Lewoingu. Tetapi biarlah dia dan mereka yang sealiran beranehria dengan suara-suara mereka. Toh akan tiba saat bagi mereka sendiri untuk menuai “keanehan-keanehan” juga, karena sejarah mustahil dapat diputarbalikkan sesuka hati mereka. ***