Rabu, 26 Agustus 2009

Menyikapi deburan gelombang ngawurisme dalam “JUJURLAH MENJADI DIRI SENDIRI”

Catatan khusus untuk Marselinus Sani Kelen

Bagian pertama dari dua tulisan

Oleh Rafael Raga Maran

 

Setelah membaca tulisan Marselinus Sani Kelen berjudul “JUJURLAH MENJADI DIRI SENDIRI” saya memutuskan untuk menanggapinya dengan judul seperti tertera di atas. Soalnya, dalam tulisannya kali ini pun dia mendeburkan lagi gelombang ngawurismenya. Bahkan kian nyata konsistensi ngawurismenya. Apa yang akan anda tuai, jika anda tak henti-hentinya menabur ngawurisme dalam setiap tulisan anda tentang sejarah Lewoingu? Anda tentu dapat menjawab sendiri pertanyaan ini. Kebenaran apa yang dapat anda tunai jika anda hanya bisa bicara dan bicara tanpa memberikan bukti-bukti yang meyakinkan?

Bagi saya, jika seseorang secara konsisten mendeburkan ngawurismenya, itu tentu ada sebab musababnya. Dua sebab yang sudah terdeteksi  ialah 1) tipisnya modal pengetahuan tentang sejarah Lewoingu, dan 2) kebiasaannya untuk tidak teliti dalam membaca tulisan-tulisan saya.

Tipisnya modal pengetahuan tersebut membuat dia lagi-lagi secara ngawur 1) membantah kenyataan bahwa Gresituli, pendiri Lewoingu, itu berasal dari tanah Jawa; 2) menilai bahwa Raga itu anak Hule. Tanggapan saya atas kedua hal ini sudah saya kemukakan, dan tak perlu saya menanggapinya lagi di sini. Apalagi hingga kini, Marselinus Sani Kelen belum mampu membuktikan bahwa bantahan dan penilaiannya tersebut benar adanya. Dia pun gagal untuk membuktikan bahwa Boli adalah titik awal sejarah Lewoingu. Kekurangmampuannya itu ingin dikompensasi dengan mengemukakan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan upayanya untuk mempertahankan tesis-tesisnya itu. 

Tetapi dalam mengemukakan hal-hal lain dimaksud pun, lagi-lagi dia terjebak dalam ngawurisme. Ngawurismenya itu nampak antara lain dalam ceriteranya tentang sejarah pengadaan instalasi air bersih untuk desa Lewoingu dan beberapa desa lain di sekitarnya. Dia berceritera bahwa Pastor Van Den Burg adalah pengganti Pastor Rosing SVD. Ini adalah salah satu contoh ngawurismenya yang sangat jelas. Yang benar ialah bahwa Pater A. van de Burg SVD itu menggantikan Pater Knor SVD. Yang menggantikan Pater Theodorus Rosing SVD adalah Pater van Sten SVD. Pater van Sten SVD diganti oleh Pater Stop SVD. Waktu saya dan teman-teman sekelas saya menerima Komuni Pertama, Pater van Sten SVD dan Pater Stop SVD pun menyempatkan diri datang ke rumah saya. Setelah Pater Stop pindah, paroki Lewolaga sempat mengalami kekosongan imam. Maka Pater Knor SVD diperbantukan sementara di Lewolaga.

Dalam rangka permohonan dana ke Misereor di Jerman untuk proyek pengadaan instalasi air bersih untuk beberapa desa di paroki Lewolaga, Pater A. van de Burg SVD menghendaki agar beberapa orang selaku wakil umat menandatangani surat permohonan (proposal) tersebut. Pada suatu hari di bulan Desember tahun 1973, Pater A. van de Burg mengirim pesan ke Eputobi agar bapak saya dan salah seorang kakak saya dan seorang anggota keluarga lainnya menghadiri misa di gereja paroki Lewolaga. Setelah misa, Pater A. van de Burg SVD mengajak mereka ke Pastoran. Bersama salah seorang wakil umat dari Leworook, Sedu Hera namanya,  mereka diminta oleh Pater A. van de Burg SVD untuk menandatangani surat permohonan tersebut. Ketika ditanya, mengapa kami yang menandatangani surat ini? Pater van de Burg SVD menjelaskan bahwa mereka di Eropa membutuhkan permohonan dari umat, dan kalian saya minta untuk mewakili umat. Maka mereka menandatangani surat permohonan tersebut. Itu terjadi pada 27 Desember 1973.

Tak lama setelah itu, Pater A. van de Burg SVD pergi ke Belanda, lalu ke Jerman untuk menyerahkan surat permohonan tersebut ke Misereor. Pada bulan Juni 1974, kapal Ratu Rosari berlabuh di dermaga misi Larantuka. Muatannya antara lain pipa untuk proyek pengadaan air bersih untuk beberapa desa di Paroki Lewolaga. Selain bantuan dari Misereor, Pater A. van de Burg SVD juga meminta umat di beberapa desa yang bersangkutan juga mengadakan dana swadaya masyarakat untuk mendukung keberhasilan proyek tersebut.

Pada tahap pemasangan tertentu tepatnya ketika jaringan pipa itu mendekati kawasan kampung lama hingga kampung Eputobi, saya pun terlibat aktif dalam pemasangannya. Bersama sejumlah orang lain dari kampung Eputobi, kami mengangkat pipa-pipa yang ada. Bahkan saya pun sempat coba ikut membuat drat pada ujung pipa-pipa tertentu berdasarkan petunjuk dari Om Aku.

Lantas engkaukah Marselinus Sani Kelen yang pernah menyumbang tenagamu dan uangmu untuk memperbaiki jaringan pipa yang rusak, termasuk di tempat-tempat yang sulit untuk dijangkau dengan cara-cara biasa? Engkaukah yang pernah berani mempertaruhkan nyawamu untuk menggantungkan dirimu di dinding tebing berjurang dalam untuk memperbaiki jaringan pipa yang rusak? Pekerjaan semacam itu hanya dapat dilakukan oleh almarhum adik saya Yoakim Gresituli Ata Maran dengan dukungan dari orang-orang yang punya kepedulian real akan kepentingan masyarakat di beberapa desa termaksud. Engkaukah yang pernah mau bermalam di hutan, sempat dalam keadaan lapar, demi memperbaiki jaringan pipa yang rusak itu?  Pekerjaan semacam itu hanya dapat dilakukan oleh almarhum adik saya itu dan rekan-rekan seperjuangannya. 

Yang jadi pertanyaan saya adalah apa dasar saudara Marselinus Sani Kelen menilai saya berbohong dalam hal yang berkaitan dengan proyek pengadaan instalasi air bersih tersebut? Kalau engkau tidak tahu seluruh seluk-beluk kenyataan yang berkaitan dengan proyek tersebut sebaiknya engkau jangan terlalu mudah untuk menilai orang lain berbohong. Saya kira engkau perlu sadar bahwa selama ini engkau betul-betul ngawur, main tuduh, main cemooh, main menghina, dan memfitnah orang lain, tanpa bukti apa pun. Engkau sendiri sama sekali tidak memiliki pengetahuan yang jelas tentang proyek pengadaan air bersih tersebut, tetapi kicauanmu sungguh nyaring, hingga kebohonganmu kian menumpuk-numpuk, tidak hanya di dalam benakmu, tetapi juga dalam tulisan-tulisanmu.

Jika untuk urusan yang baru terjadi kemarin sore saja engkau bisa menuturkannya secara ngawur, apalagi untuk urusan-urusan yang menyangkut periode sejarah tempo doeloe kala itu. Ingat baik-baik, jika seorang putra Lewoingu sering mengawur ketika berbicara tentang sejarah Lewoingu, tetapi dia itu terus memaksakan diri untuk menjadi penutur  sejarah Lewoingu, nanti dia disebut orang yang hide’ bele.’ Dalam sejarah Lewoingu istilah hide’ bele’ itu pernah dikenakan kepada orang-orang tertentu. Di antara mereka ada yang terbilang tokoh. 

Lantas coba engkau cek betul-betul ketidaktelitianmu yang terjadi secara konsisten dari tulisanmu yang satu ke tulisanmu yang lain itu? Coba engkau baca tulisan-tulisan saya secara teliti, bukan secara ngawur. Pernahkah saya mengatakan bahwa metafor itu tidak dapat diartikan? Tidak pernah ‘kan saya mengatakan seperti yang engkau katakan itu? Bukankah engkau sendiri yang mengatakannya demikian? Mengapa engkau sibuk menanggapi apa yang engkau sendiri katakan itu, seakan-akan engkau menanggapi apa yang saya katakan? Lalu apa yang jadi masalah dengan istilah Demong Pagong yang pernah saya gunakan itu, sehingga engkau pun begitu sibuk untuk mempersoalkannya dalam kaitan dengan kenyataan bahwa Gresituli berasal dari tanah Jawa? Logika macam apa yang engkau gunakan, sehingga engkau sibuk mempersoalkan 1) apa yang tidak saya katakan, dan 2) apa yang tidak perlu dipersoalkan itu?

Yang sesungguhnya terjadi selama ini ialah bahwa engkau hanya mampu bergerak dari ngawurisme yang satu ke ngawurisme yang lain, dari tuduhan yang satu ke tuduhan yang lain tanpa engkau sendiri bisa membuktikannya. (Bersambung)